Lagi-Lagi Benny Wenda Jual Isu HAM Demi Sesuap Nasi ~ PAPUA NEWSLETTERS

Jumat, 16 Januari 2015

Lagi-Lagi Benny Wenda Jual Isu HAM Demi Sesuap Nasi

 Papua, provinsi paling timur Republik Indonesia ini memiliki wilayah yang luas. Bahkan bisa dibilang Papua adalah daerah yang memiliki kekayaan alam yang paling lengkap, karena itulah Papua seolah menjadi sorotan dunia, namun bukan karena alam yang luar biasa. 

Bertolak belakang dari itu, sorotan dunia terhadap Papua justru tertuju pada hal-hal negatif seperti Kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, pelanggaran HAM,diskriminasi terhadap masyarakat asli dan banyak hal negatif lainnya. Apakah semua itu benar? Yang perlu kita pahami disini adalah Papua sekarang bukanlah seperti Papua yang dulu. Saat ini, pembangunan di Papua sangat pesat, baik infrastruktur maupun non infrastruktur. Semua kabupaten/kota gencar membangun pusat-pusat pemerintahan, fasilitas umum dan membuka keterisolasian dengan pembangunan ratusan ruas jalan. Aspek pendidikan, kesehatan dan rohani pun tak luput dari sentuhan. Ribuan guru dan tenaga kesehatan diperbantukan untuk melayani masyarakat di daerah terpencil. Semua itu berkat kucuran dana triliunan rupiah melalui program Otonomi Khusus (Otsus). Bahkan dalam UU Otsus juga berisi aturan-aturan yang mengamanatkan prioritas bagi orang asli Papua untuk memimpin dalam segala bidang. Hal ini sudah tampak dari semua kepala daerah dan pejabat darah yang kesemuanya adalah orang asli Papua. Perlakuan aparat juga tidak seperti yang diberitakan. Aparat TNI dan Polri sangat menghormati masyarakat Papua dan jauh dari hal-hal yang melanggar HAM. Bagi para pembaca yang tidak percaya, silakan buktikan tulisan saya dan saksikan sendiri apa yang terjadi di Papua.

Lalu, mengapa pemberitaan di luar negeri justru berisi hal-hal yang berbau negatif? Jawabannya adalah karena ada pengkhianat Papua dan pengkhianat Indonesia yang berkoar-koar di luar negeri. Dia adalah Benny Wenda. Benny adalah tahanan Polres Abepura, Jayapura yang terlibat dalam kasus penyerangan Mapolsek Abepura, penyerangan ruko, pembunuhan satpam dan makar. Dia berhasil kabur dari penjara, tinggal dan mendapat suaka di Inggris. Di negeri Ratu Elizabeth ini, Benny berjuang mengais rezeki dengan menyuarakan tentang kejahatan HAM dan kejahatan pemerintah RI. Tentu saja dengan kepandaiannya bersilat lidah dan tema yang diusungnya, siapapun yang mendengar akan bersimpati, walaupun penuh dengan bumbu-bumbu kebohongan.

Baru-baru ini dia menulis di salah satu situsnya sendiri pernyataan ini tentang “penangkapan baru-baru ini massa dan militer indonesia dan tindakan polisi dekat tambang Grasberg di timika, Papua Barat”. dalam tulisannya Benny wenda telah melakukan kebohongan yang sangat besar. Di situ ia menulis bahwa Beberapa hari yang lalu di desa Utikini dekat Timika Papua Barat, hingga 116 orang Papua Barat disiksa dan ditangkap oleh polisi Indonesia bersenjata dan tentara. 68 dari korban adalah laki-laki, 48 perempuan dan 3 anak-anak. Telah dilaporkan bahwa lebih dari 1.000 polisi Indonesia dan personil militer telah dikerahkan untuk menghancurkan aspirasi pro-kemerdekaan orang saya di Timika. Menurut kepala polisi Indonesia, orang Papua di Utikini ditangkap dengan puluhan rumah mereka dibakar hanya karena pemerintah Indonesia ditemukan spanduk yang mereka miliki, menyerukan referendum kemerdekaan yang akan diselenggarakan di Papua Barat.

Pemberitaan tersebut berbanding terbalik dangan apa yang di terbitkan oleh salah satu koran lokal Papua. Yang menayebutkan bahwa 116 orang yang di amankan hanya merupakan saksi karena kepemilikan kartu identitas organisasi West Papua Interest Asosiation. Itupun sudah di pulangkan sebagian ke tokoh-tokoh masyarakat dan tetua adat, warga yang di pulangkan rata-rata, ibu-ibu dan anak-anak yang masih di bawah umur. (Sumber : Papua Pos) 

Dari dua pemberitaan tersebut, sudah jelas bahwa apa yang di tulis oleh benny wenda di salah satu situs web tersebut tidak benar, karena mengadung unsur tertentu. Memngingat sepak terjang benny wenda yang sampai saat ini memang sangat diragukan, karena hanya memebritakan berita-berita kebohongan.

Sebuah sumber terpercaya dari Oxford secara mengejutkan menyampaikan informasi sebenarnya yang terjadi bagaimana Benny Wenda telah mendapatkan banyak manfaat dari kisah bohong yang disampaikannya ke dunia luar tentang Papua. Dengan memberikan semacam orasi bersama LSM dan bergabung di banyak festival seni dan budaya, Benny Wenda hanya memberikan kisah kebohongan tentang Papua. Keuntungan yang didapatkan Benny Wenda tentu berkaitan erat dengan keberlangsungan hidupnya di Inggris, terutama keuntungan ekonomi bahkan keuntungan politik demi pencapaian ‘pleasure principle’.

Keuntungan ekonomi yang dapat dieksploitasi oleh Benny Wenda adalah dengan cara terhindar dari Uang Wajib Pajak di Inggris karena klaimnya sebagai pencari suaka. Hidup menetap di Inggris tentulah sangat sulit, sehingga tidak ada cara lain selain ‘berjualan’ tentang isu Papua. Melalui penggalangan dana haram bersama LSM berupaya membohongi warga Inggris, agar ia dapat menikmati makan siang gratis dari uang Wajib Pajak Inggris, dan membesarkan keluarganya di Inggris.

Benny Wenda memang mengklaim dirinya sebagai pemimpin free west Papua memiliki sisi psikologis yang dapat memainkan peran sebagai orang licik dengan tampang wajah polos. Yang pada akhirnya banyak orang merasa kasihan dan mendukung dirinya sebagai korban kejahatan dari pemerintah Indonesia. Padahal Benny Wenda cukup cerdik dengan menciptakan pembenaran melalui cerita-cerita hidupnya di masa lalu selama di Papua. Benny Wenda mengklaim sebagai satu-satunya orang yang memproklamirkan dirinya sebagai pemimpin Papua yang peduli tentang masa depan Papua. Keadaan ini tentu menjadikannya sebagai orang yang superioritas.



Sejalan dengan itu, masyarakat Papua saat ini telah dapat memilah mana yang benar dan salah. Isu-isu Papua sudah bukan merupakan barang aneh yang memang banyak dijual oleh kelompok-kelompok pro M. Padahal apa yang mereka gambarkan sebenarnya sangat jauh dari kebenaran apa yang terjadi di Papua saat ini.

Mungkin kita perlu mengingat pesan pendiri negeri ini yang termaktub dalam lirik lagu “Indonesia Raya”, yang berbunyi “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya”. Jiwalah yang pertama dibangun, baru kemudian badan. Saya tidak akan senang bila Papua menjadi seperti New York, dimana Spiderman bisa berayun karena padatnya bangunan tinggi nan mewah, saya akan senang bila Papua seperti Kopenhagen, salah satu kota dengan indeks kedamaian tertinggi di dunia. 



0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites