Peresmian kantor ULMWP beberapa waktu lalu di Wamena Papua banyak menimbulkan berbagai opini, baik dari media maupun dari Tokoh Agama Papua, salah satunya adalah Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua, Socrates Sofyan Yoman.
Dalam press releasenya Socrates mengatakan bahwa “Peresmian Kantor ULMWP di Wamena merupakan dinamika dan realitas politik perjuangan Rakyat dan Bangsa Papua Barat yang patut diakui dan diterima oleh Pemerintah Indonesia.”
Namun kenyataannya tidak seperti fakta yang ada di lapangan. Mengapa demikian..? Coba kita lihat kembali berita tentang Peresmian kantor ULMWP di Wamena yang menunggangi acara syukuran masyarakat Wamena atas berdirinya kantor Dewan Adat Papua (DAP). Beberapa masyarakat yang menghadiri acara tersebut pun mengaku kecewa karena telah dibohongi.
“Sa tra tau apa itu ULMWP, yang sa tau kemarin itu kita melaksanakan ibadah syukur untuk pembukaan kantor DAP, agar aspirasi kita dapat didengar oleh pemerintah pusat,” kata Simon Pakage saat menyampaikan kekecewaannya.
(sumber) Pernyataan tentang ULMWP dipilih secara sah oleh rakyat Papua dalam Konferensi Perdamaian Papua (KPP) pada 5 - 7 Juni 2011 di Auditorium Uncen Jayapura, ini juga sangat tidak berdasar. Karena KPP itu sendiri berisi kegiatan berupa ceramah, seminar, diskusi kelompok, pleno dan melibatkan 350 orang peserta dari seluruh Tanah Papua dan Papua Barat, juga 300 pengamat baik yang ada di Papua maupun luar Papua. Adapun tema yang diambil adalah “Mari Kitong (kita) Bikin Papua Jadi Tanah Damai” dan sub temanya yaitu “Rakyat Papua Bertekad memperbaharui Tanah Leluhurnya dari Tanah Konflik Menjadi Negeri yang Damai Melalui Dialog dan Kerja”.
(sumber) Pernyataan yang mengatakan tentang “Pemusnahan penduduk asli Papua dalam sistem pemerintahan RI” tidak sepantasnya keluar dari seorang Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Babtis Papua tanpa dasar dan bukti yang kuat seperti ini. Karena pemusnahan penduduk asli Papua tidak pernah terjadi dan tidak akan pernah terjadi selama dalam naungan pemerintahan NKRI. Pemusnahan penduduk asli Papua dalam berbagai penelitian yang telah dilakukan tidak pernah terbukti, karena melihat data statistik pertumbuhan penduduk di Papua
(sumber) Justru sebaliknya, Pemerintah sangat memperhatikan pembangunan di wilayah Papua, khususnya infrastruktur seperti yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi tahun lalu yang telah meresmikan beberapa pembangunan jalan, pasar, pelabuhan, bandara dan beberapa infrastruktur yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua tentunya.
Kedatangan Presiden langsung ke Papua pun mendapat apresiasi yang baik oleh masyarakat Papua dan juga Gubernur Papua Lukas Enembe. Lukas mengatakan “Selama ini belum pernah ada Presiden Indonesia yang pernah singgah di Nduga. "Presiden Jokowi yang pertama ke sini karena di sini terisolasi. Ini luar biasa".
(sumber) Dan kita harus mendukung program pemerintah dalam peningkatan infrastruktur di Papua ini. Tak perlu terhasut oleh pernyataan yang memprovokasi dan tidak bertanggung jawab karena tidak didasari bukti kuat dan menimbulkan anggapan negatif terhadap pemerintah.
Mari kita buka kembali apa makna demokrasi yang sebenarnya dan bagaimana agar kita mampu melaksanakannya. Kita juga harus mampu memahami akan arti HAM yang sesungguhnya, mampu memperjuangkan dan menerapkannya dengan benar serta mampu memahami akan hukum dan bagaimana menegakkannya.
Sudah saatnya kita tumbuhkan rasa semangat pengabdian kepada Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sebaik - baiknya sesuai amanat yang telah diberikan oleh rakyat. Bahwa konstitusi kita juga dengan tegas telah mengamanatkan bahwa kesejahteraan umum segenap tumpah darah Indonesia adalah tujuan dibentuknya suatu Negara yang memiliki keanekaragaman budaya, suku, dan bahasa. Keaneka ragaman tersebut tergambar pada Lambang Negara kita yaitu Burung Garuda yang dengan ke dua kakinya mencengkeram kokoh pita yang bertuliskan “Bhineka Tunggal Ika” yang artinya walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu.