Mayat dalam karung ditemukan di pesisir Pulau Nana, Kawasan Pulau Dom, Distrik Sorong Kepulauan, Kota Sorong pada tanggal 26 Agustus 2014. Setelah dilakukan visum dan mayat terapung tersebut dikenali adalah Martinus Yohame, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Sorong Raya.
Jasad Martinus ditemukan oleh seorang nelayan, pada Selasa pagi (26/8) sekitar 07.00 WIT, dan kondisinya mengapung di pesisir Pulau Nana, tidak jauh dari Kawasan Pulau Dom. Saat ditemukan, kondisi jasad Martinus sangat menggenaskan, terbungkus karung dengan kaki dan tangannya terikat. Mukanya juga hancur akibat hantaman benda tumpul.
KRONOLOGIS KEJADIAN
Menurut kronologis yang disampaikan oleh Badan Pengurus Pusat Komite Nasional Papua Barat (BPP-KNPB), Agus Kosay dan Ones Suhuniap di media, mengatakan bahwa sebelumnya Martinus Yohame, Ketua KNPB wilayah Sorong bersama pengurus lainnya pada tanggal 19 Agustus 2014 mengadakan Konferensi Pers pada pukul 15.00 WIT di depan kantor Walikota Sorong, dengan sejumlah wartawan di wilayah Sorong, terkait dengan kedatangan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tanah Papua pada umumnya, dan lebih khusus di wilayah Sorong dalam rangka acara Pembukaan Sail Raja Ampat di Waisai, Sabtu 23 Agustus 2014. KNPB dan PRD menolak secara tegas kedatangan SBY tersebut ke tanah Papua. (http://www.taringpapuanews.com/2014/08/ketua-knpb-sorong-diculik-sebelum.html)
Pada pukul 15.15 WIT selesai jumpa pers, beberapa saat kemudian kira-kira 2 menit seorang perempuan menelpon Martinus Yohame. Lebih lanjut perempuan itu mengatakan bahwa, ia dari Komnas HAM Jakarta ingin bertemu dengan Martinus. Beberapa saat kemudian perempuan tersebut beserta rombongannya datang menemui Martinus di depan kantor Walikota Sorong, dengan menggunakan mobil avanza warna merah, yang di dalamnya ditumpangi oleh satu orang laki-laki dengan menggunakan handycam besar merek Canon, lalu mengajak Martinus pergi bersama mereka menuju ke toko Mega Mal Sorong, KM 9 Sorong. Kemudian perempuan tersebut mengajak makan di salah satu tempat makan/warung di samping toko Mega Mal KM 9 Sorong. Sambil makan mereka melakukan pertemuan, dan entah apa yang mereka bicarakan dalam pertemuan tersebut.
Masih oleh Agus Kosay mengatakan bahwa sebelum bubar, perempuan tersebut dan Martinus saling bertukar nomor HP dan melakukan perkenalan sekaligus pertemuan singkat di sebuah rumah makan tersebut. Adapun mereka mengaku dari Komnas HAM di Jakarta. Kemudian perempuan itu lebih lanjut mengatakan bahwa, pertemuan berikut akan dilanjutkan pada hari Rabu, 20 Agustus 2014 dan mereka akan menghubungi Martinus.
Selanjutnya mereka melakukan komunikasi melalui telepon dan SMS hingga terakhir pada hari Rabu malam (20/8) pukul 24.00 WIT, mereka menyuruh Martinus keluar dari rumah dan menuju ke jalan, dan di situlah mereka menjemput dan melakukan penculikan terhadap Ketua KNPB wilayah Sorong, Martinus Yohame, sampai akhirnya pada 26 Agustus 2014 ia ditemukan tewas terapung di Pulau Nana.
LAPORAN KE APARAT KEAMANAN
Sejak menghilangnya Martinus pada 20 Agustus 2014 malam, pihak keluarga dan kerabat Martinus Yohame, mengaku pernah melaporkan hilangnya Martinus kepada Mapolres Sorong Kota dan Kodim Sorong. Terdorong oleh firasat buruk, pihak keluarga bersama aktivis KNPB Sorong kemudian melakukan pencarian. Namun Martinus tidak ditemukan, hingga pada akhirnya pihak keluarga dan kerabat langsung melaporkannya ke Polres Sorong Kota, Jalan Jenderal Achmad Yani No.01 Sorong. http://tabloidjubi.com/2014/08/27/sebelum-ditemukan-tewas-keluarga-martinus-yohame-sempat-melapor-ke-polisi-dan-kodim/
Laporan mengenai orang hilang tersebut tercatat pada hari Sabtu, 23 Agustus 2014 pukul 10.00 WIT, dan bertempat di Ruang Satuan Intelkam Polres Sorong Kota oleh pihak keluarga Martinus Yohame. Maksud dari kedatangan mereka adalah melaporkan kepada Kasat Intelkam Polres Sorong Kota, AKP Riswanto terkait keberadaan Sdr. Martinus Yohame yang beberapa hari telah hilang dan handphone (HP) nya tidak aktif sejak Rabu tanggal 20 Agustus 2014. Adapun yang hadir pada saat itu adalah: Kanitius Haselo (Wakil Ketua KNPB Wilayah Sorong), Yalli Kombo (Ketua Diplomat KNPB), bersama dengan 10 orang simpatisan KNPB dan keluarga Martinus Yohame.
Adapun penyampaian dari Yalli Kombo (Ketua Diplomat KNPB), bahwa tujuan mereka untuk bertemu Kasat Intelkam Polres Sorong Kota adalah untuk menyampaikan bahwa mereka mencurigai Ketua KNPB ada di tangan aparat TNI dan Polri. Yalli juga menyampaikan bahwa jika kunjungan Presiden RI selesai dan telah kembali ke Jakarta, agar Ketua KNPB Martinus Yohame dikembalikan, karena KNPB mencurigai sebelum kedatangan Presiden RI di Sorong, pihak TNI/Polri selalu berkoordinasi dengan KNPB sampai pada H-1 Kunjungan Presiden RI ke Kota Sorong.
Yalli Kombo menyampaikan dalam laporannya bahwa pada hari Jumat, 22 Agustus 2014 pukul 09.00 WIT, ada anggota Intelkam Polres Sorong Kota yang mendatangi kantor KNPB untuk melakukan pendekatan secara persuasif, agar KNPB tidak melakukan aksi unjuk rasa pada saat kunjungan Presiden RI ke kota Sorong dan Kabupaten Raja Ampat.
Yalli Kombo juga menyampaikan bahwa ada pihak TNI yang selalu mendatangi dan berkoordinasi ke Sekretariat KNPB dengan menggunakan kendaraan roda empat jenis Toyota Avansa warna putih, No Polisi tidak diketahui. Pihak TNI tersebut sudah 2 (dua) kali masuk ke Kantor KNPB mencari Martinus, yaitu hari Kamis, 21 Agustus 2014 malam pukul 23.00 WIT, dan Jumat. 22 Agustus 2014 pagi, pukul 09.00 WIT, untuk mengantarkan oleh-oleh langsung kepada Martinus dan tidak boleh diwakilkan.
Steven Peyon dalam laporan tertulis yang dikirim ke KNPB pusat di Jayapura juga mengatakan bahwa Kodim Sorong selama ini juga ingin bertemu dengan Martinus, dengan alasan akan membawa uang dari Jakarta untuk diberikan kepada Ketua KNPB, tapi belum bertemu dengan Martinus.
TEKA TEKI
Memang dari semua silogisme yang disampaikan pihak KNPB dalam berbagai keterangannya sangatlah bertentangan dan mengandung tanda tanya besar di balik kematian seorang Martinus Yohame.
Dalam keterangannya di media pihak KNPB menyatakan bahwa yang menjemput Martinus pada 20 Agustus 2014 malam adalah seorang perempuan dan rekannya yang berasal dari Komnas HAM Jakarta, di mana sehari sebelumnya mereka telah melakukan pertemuan di rumah makan di samping toko Mega Mal KM 9, Sorong.
Secara nalar tentu kita bertanya-tanya mengapa untuk bertemu dengan Komnas HAM seorang Ketua KNPB tidak ditemani oleh rekan-rekannya? Martinus selesai menggelar jumpa pers pada 19 Agustus 2014 pukul 15.15 WIT dan beberapa saat kemudian ia mendapat telepon dari seorang perempuan yang mengaku Komnas HAM, dan menjemput Martinus di lokasi yang sama. Mengapa harus bertemu sendirian di saat rekan-rekannya ada di lokasi jumpa pers tersebut? Apa gerangan yang dibahas pada pertemuan tersebut dan bargaining apa yang akan dilakukan? Apa yang sedang direncanakan Martinus? Apa yang akan dijanjikan kepada Martinus? Pertanyaan-pertanyaan sepele ini tentu terlintas di benak kita.
Lalu pertanyaan yang berikutnya muncul adalah mengapa keterangan mengenai perempuan yang berasal dari Komnas HAM ini tidak dimunculkan oleh Kanitius Haselo (Wakil Ketua KNPB Wilayah Sorong) dan Yalli Kombo (Ketua Diplomat KNPB) saat melaporkan kehilangan Martinus ke Polres Sorong.
Dari sinilah kita bisa menyimpulkan bahwa KNPB dengan sengaja memunculkan persepsi yang mengarahkan bahwa pelaku pembunuhan adalah dari pihak keamanan, baik itu TNI/Polri. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa kehadiran Presiden SBY ke Sail Raja Ampat telah menyita segala perhatian aparat keamanan ke event internasional tersebut. Hal ini wajar karena yang datang adalah tamu very very important person (VVIP) terkait keamanan Presiden RI adalah tanggung jawab aparat keamanan juga.
Kembali pada pertanyaan apa sebenarnya yang terjadi di balik pertemuan seorang perempuan dari Komnas HAM dengan Martinus? Jika kita mengacu pada saratnya konflik kepentingan yang terjadi di tubuh KNPB, tentu sangat wajar jika Martinus memilih untuk enggan ditemani rekannya saat bertemu dengan Komnas HAM tersebut. Hal ini tentu dapat dijadikan sebagai keuntungan positif baginya jika ada bargaining menarik yang diberikan kepadanya.
Bukan hal aneh jika pertemuan yang terjadi dengan sang perempuan tersebut tidak diketahui teman-temannya dengan harapan sang Ketua lah yang mengeruk keuntungan pribadi tersebut. Di satu sisi terdapat suatu kecemburuan di antara kalangan KNPB sendiri karena Martinus bertemu dengan orang yang mengaku Komnas HAM. Bertemu dengan orang-orang penting tanpa ditemani tentu terlintas di benak teman-teman Martinus bahwa ia menyembunyikan sesuatu. Apakah terkait dengan pemberian uang? Seperti yang kita ketahui memang di tengah isu kedatangan Presiden SBY ke Papua, ide melakukan unjuk rasa tentu menjadi isu krusial yang oleh banyak kalangan akan berusaha untuk mencegah hal tersebut terjadi. Ini menjadi angin segar bagi seorang Ketua KNPB untuk memperoleh keuntungan pribadi di tengah-tengah usahanya tersebut. Ada banyak kalangan yang berupaya mendekati sang Ketua dengan berbagai iming-iming.
Kecemburuan di antara rekan KNPB tentu bisa terjadi mengingat kejadian yang disampaikan Yalli Kombo, bahwa ada pihak TNI yang mendatangi dan berkoordinasi ke Sekretariat KNPB dengan menggunakan Toyota Avansa warna putih, mencari Martinus pada 21 Agustus 2014 malam dan 22 Agustus 2014 pagi, untuk mengantarkan oleh-oleh langsung kepada Martinus dan tidak boleh diwakilkan. Mengapa tidak boleh diwakilkan? Tentu ini menambah kekecewaan di kalangan anggota KNPB sendiri. Mengapa Martinus menyembunyikan sesuatu dari rekan-rekannya. Hal ini jelas pula disampaikan oleh Agus Kosay dalam pernyataannya bahwa ada juga pihak Kodim yang ingin memberikan uang dari Jakarta dan tidak bisa diwakilkan. Seolah-olah segalanya adalah hak prerogatif dari sang Ketua. Ditambah lagi kedekatan sang Ketua dengan pihak aparat keamanan menjadi suatu ‘ancaman’ bagi pergerakan KNPB.
Kejadian-kejadian di atas sebenarnya menjadi puncak fenomena gunung es dari konflik kepentingan yang terjadi di antara kalangan KNPB sendiri. Satu hal yang menjadi penting untuk ditelisik adalah mengapa pihak KNPB dan keluarga menolak untuk melakukan autopsi, dan hanya melakukan visum luar terhadap mayat Martinus? Dari hasil visum yang dilakukan oleh pihak RSUD Sorong bahwa terjadi kematian yang tidak wajar dan pada dada kiri korban terdapat luka lubang berdiameter 1 cm.
Bila dilakukan autopsi terhadap mayat tersebut tentu akan jelas terungkap apa penyebab luka lubang berdiameter 1 cm tersebut, apakah oleh benda tajam atau oleh peluru tajam. Dengan autopsi pula akan dapat diketahui sudah berapa lama mayat tersebut tewas dan kapan tewasnya.
Namun pihak keluarga didampingi pihak KNPB menolak untuk dilakukan autopsi. Ada apa gerangan? Apakah untuk mengarahkan opini dan persepsi publik bahwa pelaku seolah-olah berasal dari aparat keamanan? Mengingat opini yang disebarkan pihak KNPB bahwa lubang di dada tersebut adalah akibat ditembak oleh peluru tajam. Padahal lubang berdiameter 1 cm tersebut tidaklah melulu oleh karena peluru tajam. Seandainya pun itu adalah peluru tajam, apabila dilakukan autopsi dan pengangkatan peluru, tentu akan dapat diketahui jenis peluru tersebut. Mengingat akan sangat mudah untuk mengenali apakah itu peluru organik atau bukan. Namun pihak KNPB menolak dilakukan autopsi. Sekali lagi ada apa gerangan? ( http://tabloidjubi.com/2014/08/28/polisi-sulit-pastikan-meninggalnya-pria-yang-diduga-ketua-knpb-sorong/)
Selanjutnya akan dapat ditebak, bahwa akan muncul aksi-aksi solidaritas dari sesama anggota dan simpatisan KNPB. Dan tentu kita dapat memahami hal ini karena oleh beberapa kalangan, aksi solidaritas ini akan dijadikan semacam alibi untuk menutupi pelaku sebenarnya. (VM)
0 komentar:
Posting Komentar