Desember 2014 ~ PAPUA NEWSLETTERS

Mari Cerdaskan generasi muda Papua Indonesia

Karena Generasi muda adalah tiang utama kemajuan. Kekuatan sebuah masyarakat bisa dilihat dari para Generasi Mudanya, karena pemuda adalah yang menunjukkan bahwa masyarakat itu sehat dan mampu untuk melangkah dengan serius dan ketekunan

KU TITIPKAN INDONESIA INI PADA ANAK CUCUMU

>>>...

100% WE LOVE INDONESIA

Banyak pujian dan kekaguman Budaya dan alammu, Kamu dan aku sama – sama cinta Cinta padamu Papuaku. Tiada yang lebih membanggakan jiwa Hanyalah Papuaku Senyuman tulus dan penuh cinta Sungguh menyentuh sanubari oohh

JANGAN BIARKAN MEREKA MERUSAK MORAL ANAK-ANAK MU

>>>...

HARUMKAN NAMA IBU PERTIWI DARI TANAH INI...!!!

...

Minggu, 07 Desember 2014

Lindungi Masa Depan Papua


Penembakan yang terjadi beberapa hari lalu (3/12). Dua anggota Brimob Polda Papua, Bripda Apriyanto Forsen dan Iptu Thomson Siahaan yang tewas tertembak di depan Kantor Bupati Ilaga ketika ingin membantu masyarakat mempersiapkan perayaan menjelang Natal di Kantor Bupati Ilaga. Bripda Apriyanto Forsen ditembak di bagian pelipis, sedangkan Iptu Thomson Siahaan menderita luka tembak di bagian dada dan kaki. Kedua korban pun meninggal di tempat kejadian.
Terkat dengan kejadian tersebut, situasi di wilayah Ilaga mencekam. Karena aparat keamanan mencari pelaku penembakan di sejumlah Honai, rumah warga, karena ada informasi bahwa pelaku penembakan bersembunyi di antara penduduk setempat. Pelaku peanembakan yang lari tersebut dianggap berbahaya, karena mereka membawa lari senjata milik kedua korban, yaitu senjata jenis AK-47 dan SS1.

Terkait penembakan tersebut, salah satu petinggi TPN-OPM (Tentara Pembebasan Nasional-Organisasi Papua Merdeka) Goliath Tabuni melalui komnas.tpnpb.net menyatakan bahwa dialah yang bertanggung jawab terhadap penyerangan tersebut. Penembakan tersebut diakuinya merupakan operasi gabungan yang dilakukan kelompok pimpinan Militer Murib, Peni Murib dan Lekagak Telanggen yang langsung ia (Goliath Tabuni) pimpin.

Beberapa tokoh Papua menyesalkan terjadi penembakan tersebut. Yunus Wonda, Ketua DPRP mengatakan “kini bukan saatnya lagi melakukan kekerasan di Tanah Papua, saatnya kita membangun daerah ini, saudara kami yang berseberangan, kekerasan tak akan membuat Papua merdeka. Sudah bukan waktunya lagi, orang justru tak akan simpati dengan perjuangan Papua merdeka lagi”. Menurutnya penembakan terhadap anggota Brimob ataupun kepada warga sipil tidak dapat dibenarkan apapun alasannya.

Entah dari kelompok mana pelaku penembakan tersebut, entah atas alasan apa penembakan itu terjadi, hal yang perlu diketahui adalah ketika peluru ditembakan, maka permasalahan tidak hanya diantara pihak penembak dan pihak yang tertembak saja, penduduk Papua juga merasakan imbasnya. Ketika Papua dan orang-orang Papua sedang mencoba bangkit untuk kesejahteraan dan kedamaian Papua ada saja yang mengacaukan usaha tersebut, dan yang miris adalah si pengacau juga merupakan Orang Papua.

Konflik di Papua sudah berpuluh-puluh tahun terjadi, dengan berbagai sebab mulai dari Freeport, perang antar suku, kontak senjata antara OPM dan TNI sampai gerakan-gerakan yang mengatasnamakan People Power oleh sayap politik OPM. Pihak OPM dengan lantang berkata “Referendum adalah satu-satunya Jalan” pihak TNI pun berkata dengan lantang “NKRI Harga Mati”, hasilnya? Tidak akan pernah selesai.

Dalam konflik, bila kerugian semacam korban jiwa atau kerugian materil seperti kerusakan bangunan dan lain-lain dapat dihitung besarannya, sedangkan kerugian moril sulit untuk dihitung. Salah satu kerugian moril yang sangat berat adalah timbulnya permasalahan yang saya namakan “lost generation”, atau generasi yang hilang. Lost Generation adalah anak-anak yang tumbuh ketika konflik berlangsung. Generasi ini tumbuh pada masa konflik sehingga mengalami hal-hal yang tidak dialami oleh anak-anak pada umumnya. Anak-anak ini dibesarkan oleh pahitnya konflik, karena dibesarkan oleh situasi konflik maka mental yang tumbuh dari si anak adalah mental semasa konflik ada kebencian, dendam dan kekerasan yang hadir dalam mental si anak. Hal inilah yang terjadi pada generasi sekarang, dan mungkin juga terjadi pada generasi anak-anak ini.

Sebuah kalimat milik Mahatma Gandhi mengkhiri tulisan saya kali ini, “If we are to teach real peace in this world, and if we are to carry on a real war against war, we shall have to begin with the children.” Mari, sediakan ruang yang layak bagi anak-anak Papua untuk tumbuh, jangan sertakan anak-anak Papua dalam konflik ini. Jangan tularkan rasa kebencian kepada mereka.

Senin, 01 Desember 2014

Warga Mimika Nyatakan Perang terhadap HIV/AIDS

Mimika: Sekitar 1.000 warga Timika, Kabupaten Mimika, Papua, menggelar jalan santai sambil membawa pamflet, poster, dan spanduk menyatakan perang terhadap HIV/AIDS di Hari AIDS Dunia, Senin (1/12/2014). Mereka meminta seluruh masyarakat menghentikan diskriminasi dan stigma terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Kegiatan jalan santai itu diikuti kalangan pelajar, komunitas wartawan, Pemuda Indonesia Lawan AIDS (PILA), prajurit TNI, komunitas waria dan kelompok berisiko. Kegiatan tersebut dimulai dari pelataran Gedung Eme Neme Yauware, Timika, pagi tadi.

Selain jalan santai, kegiatan lain dalam rangka Hari AIDS Sedunia di Timika yaitu lomba penulisan bertema "Hentikan Diskriminasi dan Stigma terhadap ODHA", lomba foto, senam sehat, pameran foto dan lomba busana yang diikuti komunitas waria.

"Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, momentum peringatan Hari AIDS Sedunia tahun ini kita selenggarakan untuk mengingatkan semua orang bahwa ada ancaman besar bagi kehidupan manusia yang ada di muka bumi ini melalui penularan HIV. Khusus di Mimika, sebagian besar yang terinfeksi didominasi oleh kelompok usia produktif," ujar Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Mimika, Reynold Ubra, di sela-sela kegiatan jalan santai.

Melalui kampanye masif, Reynold yakin warga Mimika makin sadar dan peduli untuk menghentikan penularan HIV. Kampanye itu pun sekaligus mengingatkan semua orang bahwa ODHA juga memiliki hak hidup sama dengan orang sehat lainnya.

Sesuai data KPA Mimika, hingga September 2014, angka kumulatif kasus HIV-AIDS di wilayah itu mencapai 4.072 kasus. Pertumbuhan kasus HIV-AIDS di Mimika sangat cepat dalam kurun waktu 18 tahun terakhir. Kasus pertama ditemukan 1996 pada seorang PSK di Lokalisasi Kilometer 10, Kampung Kadun Jaya, Distrik Mimika Timur.


Kendati pernah kebut, Reynold mengatakan, upaya penanggulangan masalah HIV-AIDS di Mimika semakin menunjukkan arah yang lebih baik.


Tolok ukurnya, standar pelayanan minimal HIV pada penduduk yang mencapai 2%. Padahal, pada 2010, standar pelayanan minimal mencapai 20 persen.


Selain itu, besaran prevelensi pada populasi kunci WPS turun dari 20% pada 2010. Saat ini, tingkat prevelensi tinggal 3%. Kasus HIV pada ibu hamil pun turun dari 3% pada 2010 menjadi 1% pada Oktober 2014.


Menurut Reynold, terbitnya Perda Nomor 11 tahun 2007 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV-AIDS di Mimika juga memberi efek yang sangat besar terhadap menurunnya jumlah temuan kasus baru HIV terutama pada kelompok populasi kunci. Dari hasil survei yang dilakukan dalam enam bulan terakhir, tidak ditemukan kasus civilis, GO dan kasus-kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) lainnya pada kelompok tersebut. 
JCO

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites