Langkah langkah politik yang dilakukan oleh pihak KNPB di luar Negri sudah sangat memprihatinkan, apalagi yang dilakukan oleh benny wenda dan kawan-kawan! Mengaung ngaung kan tentang merdeka di dunia luar agar di kasihani. Tidak sadarkah meraka bahwa rakyat Papua bukan pengemis! Sodara-sodara kita di Papua sebenarnya tidak membutuhkan itu semua! Akan tetapi kesejahteraan.
Ada belasan organisasi yang berada dalam kategori ini, beberapanya berada di Papua, tapi kebanyakan berada di luar negeri. Ada (WPNCL) pimpinan Andy Ayamiseba di wilayah Pasifik Selatan, ada (FWPC) pimpinan Benny Wenda di beberapa negara di Eropa, ada (WPNA) pimpinan Jacob Rumbiak di Australia, ada KNPB dan ada NRFPB di Papua serta kelompok-kelompok lainnya yang lebih kecil.
Seperti halnya para politisi, kelompok-kelompok OPM faksi politik juga memiliki kecenderungan untuk mengamankan kepentingan kelompoknya sehingga banyak berseteru antara satu dengan lainnya. Selain itu kelompok-kelompok ini tidak pernah mengakui keberadaan kelompok-kelompok OPM faksi militer karena pergerakan keompok-kelompok OPM faksi militer seringkali melakukan pelanggaran HAM, padahal kelompok-kelompok faksi politik OPM sering menggunakan isu pelanggaran HAM. Sedangkan pimpinan-pimpinan kelompok OPM faksi militer juga menganggap bahwa kelompok-kelompok faksi politik OPM sebagai pengecut karena hanya berani “berjuang” di luar negeri, nyaman dengan kehidupan mereka di luar negeri dengan keluarganya masing-masing. Sedangkan kelompok-kelompok faksi militer OPM harus bergerilya keluar-masuk hutan.
Gaya hidup tokoh-tokoh OPM faksi politik pun sering mendapat sorotan. Seringkali mereka dengan frontal menunjukan kemewahan hidup mereka di luar negeri lewat foto-foto lewat jejaring sosial yang begitu kontras dengan kehidupan orang Papua di pedalaman. Para tokoh ini sering mengatakan pada dunia internasional bahwa mereka adalah pembela nasib orang Papua yang hidup dalam keterbelakangan, tetapi mereka sendiri begitu nyaman mempertontontkan kehidupan mewah mereka di luar negeri.
Lalu, siapakah OPM sejati?
Mungkin, tidak ada yang benar-benar bisa disebut sebagai OPM sejati yang berniat memisahkan Papua dari Indonesia demi rakyat Papua. Ketidakpedulian terhadap nasib rakyat Papua, arogansi bahwa kelompoknya lah yang paling benar dan mengatasnamakan kepentingan kelompok dan pribadinya sebagai kepentingan rakyat Papua, menjadi ciri kelompok-kelompok faksi militer dan politik OPM.
Para Pemuda Papua lebih membutuhkan banyak hal, anak-anak Papua membutuhkan pendidikan yang layak, pemudanya butuh kesempatan untuk berkarya, para mamanya butuh tempat yang layak untuk berjualan dan para lelaki membutuhkan kesempatan untuk mengais rezeki yang layak untuk menghidupi keluarganya. Papua membutuhkan hal-hal tersebut untuk membangun Papua dari ketertinggalan. Dan coba tebak, anggota-anggota OPM dan para simpatisannya tidak membantu rakyat Papua untuk mendapatkan keterbutuhannya tersebut. Namun karena keberadaan OPM ini membuat pembangunan menjadi terhambat, konflik yang mereka buat menimbulkan ketakutan bagi kaum wanita terutama anak-anak.
Sejalan dengan itu, masyarakat Papua saat ini telah dapat memilah mana yang benar dan salah. Isu-isu Papua sudah bukan merupakan barang aneh yang memang banyak dijual oleh kelompok-kelompok pro M. Padahal apa yang mereka gambarkan sebenarnya sangat jauh dari kebenaran apa yang terjadi di Papua saat ini.
Mungkin kita perlu mengingat pesan pendiri negeri ini yang termaktub dalam lirik lagu “Indonesia Raya”, yang berbunyi “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya”. Jiwalah yang pertama dibangun, baru kemudian badan. Saya tidak akan senang bila Papua menjadi seperti New York, dimana Spiderman bisa berayun karena padatnya bangunan tinggi nan mewah, saya akan senang bila Papua seperti Kopenhagen, salah satu kota dengan indeks kedamaian tertinggi di dunia
Ada belasan organisasi yang berada dalam kategori ini, beberapanya berada di Papua, tapi kebanyakan berada di luar negeri. Ada (WPNCL) pimpinan Andy Ayamiseba di wilayah Pasifik Selatan, ada (FWPC) pimpinan Benny Wenda di beberapa negara di Eropa, ada (WPNA) pimpinan Jacob Rumbiak di Australia, ada KNPB dan ada NRFPB di Papua serta kelompok-kelompok lainnya yang lebih kecil.
Seperti halnya para politisi, kelompok-kelompok OPM faksi politik juga memiliki kecenderungan untuk mengamankan kepentingan kelompoknya sehingga banyak berseteru antara satu dengan lainnya. Selain itu kelompok-kelompok ini tidak pernah mengakui keberadaan kelompok-kelompok OPM faksi militer karena pergerakan keompok-kelompok OPM faksi militer seringkali melakukan pelanggaran HAM, padahal kelompok-kelompok faksi politik OPM sering menggunakan isu pelanggaran HAM. Sedangkan pimpinan-pimpinan kelompok OPM faksi militer juga menganggap bahwa kelompok-kelompok faksi politik OPM sebagai pengecut karena hanya berani “berjuang” di luar negeri, nyaman dengan kehidupan mereka di luar negeri dengan keluarganya masing-masing. Sedangkan kelompok-kelompok faksi militer OPM harus bergerilya keluar-masuk hutan.
Gaya hidup tokoh-tokoh OPM faksi politik pun sering mendapat sorotan. Seringkali mereka dengan frontal menunjukan kemewahan hidup mereka di luar negeri lewat foto-foto lewat jejaring sosial yang begitu kontras dengan kehidupan orang Papua di pedalaman. Para tokoh ini sering mengatakan pada dunia internasional bahwa mereka adalah pembela nasib orang Papua yang hidup dalam keterbelakangan, tetapi mereka sendiri begitu nyaman mempertontontkan kehidupan mewah mereka di luar negeri.
Lalu, siapakah OPM sejati?
Mungkin, tidak ada yang benar-benar bisa disebut sebagai OPM sejati yang berniat memisahkan Papua dari Indonesia demi rakyat Papua. Ketidakpedulian terhadap nasib rakyat Papua, arogansi bahwa kelompoknya lah yang paling benar dan mengatasnamakan kepentingan kelompok dan pribadinya sebagai kepentingan rakyat Papua, menjadi ciri kelompok-kelompok faksi militer dan politik OPM.
Para Pemuda Papua lebih membutuhkan banyak hal, anak-anak Papua membutuhkan pendidikan yang layak, pemudanya butuh kesempatan untuk berkarya, para mamanya butuh tempat yang layak untuk berjualan dan para lelaki membutuhkan kesempatan untuk mengais rezeki yang layak untuk menghidupi keluarganya. Papua membutuhkan hal-hal tersebut untuk membangun Papua dari ketertinggalan. Dan coba tebak, anggota-anggota OPM dan para simpatisannya tidak membantu rakyat Papua untuk mendapatkan keterbutuhannya tersebut. Namun karena keberadaan OPM ini membuat pembangunan menjadi terhambat, konflik yang mereka buat menimbulkan ketakutan bagi kaum wanita terutama anak-anak.
Sejalan dengan itu, masyarakat Papua saat ini telah dapat memilah mana yang benar dan salah. Isu-isu Papua sudah bukan merupakan barang aneh yang memang banyak dijual oleh kelompok-kelompok pro M. Padahal apa yang mereka gambarkan sebenarnya sangat jauh dari kebenaran apa yang terjadi di Papua saat ini.
Mungkin kita perlu mengingat pesan pendiri negeri ini yang termaktub dalam lirik lagu “Indonesia Raya”, yang berbunyi “Bangunlah Jiwanya, Bangunlah Badannya”. Jiwalah yang pertama dibangun, baru kemudian badan. Saya tidak akan senang bila Papua menjadi seperti New York, dimana Spiderman bisa berayun karena padatnya bangunan tinggi nan mewah, saya akan senang bila Papua seperti Kopenhagen, salah satu kota dengan indeks kedamaian tertinggi di dunia
0 komentar:
Posting Komentar