Juli 2014 ~ PAPUA NEWSLETTERS

Mari Cerdaskan generasi muda Papua Indonesia

Karena Generasi muda adalah tiang utama kemajuan. Kekuatan sebuah masyarakat bisa dilihat dari para Generasi Mudanya, karena pemuda adalah yang menunjukkan bahwa masyarakat itu sehat dan mampu untuk melangkah dengan serius dan ketekunan

KU TITIPKAN INDONESIA INI PADA ANAK CUCUMU

>>>...

100% WE LOVE INDONESIA

Banyak pujian dan kekaguman Budaya dan alammu, Kamu dan aku sama – sama cinta Cinta padamu Papuaku. Tiada yang lebih membanggakan jiwa Hanyalah Papuaku Senyuman tulus dan penuh cinta Sungguh menyentuh sanubari oohh

JANGAN BIARKAN MEREKA MERUSAK MORAL ANAK-ANAK MU

>>>...

HARUMKAN NAMA IBU PERTIWI DARI TANAH INI...!!!

...

Kamis, 31 Juli 2014

Tenaga Kebidanan RSUD Dok 2 Jayapura Siap Berikan Pelayanan Optimal


JAYAPURA - Kepala Bagian Anastesi Ruang Bedah RSUD Dok 2 Jayapura, Demianus Abidondifu, S.K.M., tenaga dokter dan tenaga medis yang ada di bagian kebidanan (Anastesia) siap senantiasa melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan masalah kebidanan.
Baik itu persoalan kehamilan maupun operasi sterilisasi kandungan, yang dalam hal ini suami istri suami istri bersepakat untuk mengikuti program keluarga berencana (KB) dan tidak mau menambah anak lagi.
Dijelaskannya, mengenai hal itu tenaga kebidanan dibawah koordinator Kepala Departemen Obstetri, Genekologi yang juga ahli Kebidanan dan Penyakit Kandungan Konsultan Divisi Fertilitas, Endokrinologi dan Reproduksi RSUD Dok 2 Jayapura, DR. Dr. Hermanus Suhartono, Sp.OG (K)., setiap tahunnya melakukan operasi sterilisasi.


Dimana, pada tahun lalu lewat program Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BkkbN) Provinsi Papua melakukan operasi fasektomi yang dalam hal ini operas pasien pria jenis operasinya adalah fasektomi tanpa pisau, sedangkan para wanitanya fasektomi operasi dengan Laparaskopi di Rumah Sakit (RS) Angkatan Laut, dan tahun ini operasi yang sama baru-baru ini dilaksanakan di RSUD Dok 2 Jayapura dengan jumlah akseptor sebanyak 19 akseptor.
“Operasi fasektomi ini dengan hal kontrasepsi mantap agar supaya baik pria maupun wanita tidak bisa melakukan pembuahan (menimbulkan kehamilan) meski suami istri melakukan hubungan seks,” tandasnya.
Khusus untuk operasi fasektomi lalu, sebenarnya direncanakan dilaksanakan di RSUD Kwaingga, Arso Swakara, Kabupaten Keerom, namun karena keterbatasan peralatan sehingga di alihkan di RSUD Dok 2 Jayapura.
Namun, pada tahun-tahun mendatang, pasti diupayakan di laksanakan di RSUD Kwaingga Keerom. Hal ini agar untuk memperkenalkan RSUD Kwaingga Keerom bagi masyarakat Keerom.
“Para akseptor yang dioperasi di RSUD Dok 2 beberapa hari lalu, itu berasal dari Keeorm yang difasilitasi oleh Kantor Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Keerom yang merupakan program kerjanya dari BkkbN Provinsi Papua. Operasi semacam ini bisa dilakukan dengan cara kabupaten/kota datang ke RSUD Dok 2 Jayapura atau mobile PKBRS ke daerah-daerah.,” tandasnya.
Ditambahkannya, pada operasi itu saluran epidemis pria diikat dan dipotong, sedangkan saluran tuba wanita ditutup, dengan ini sendirinya sel sperma dan sel telur tidak bisa bertemu, sehingga tidak bisa terjadi pembuahan.
Diharapkan dengan adanya operasi ini tercipta keluarga kecil yang mantap, sehat dan sejahtera ekonominya. Termasuk suami istri lebih banyak waktu mengurus dirinya sendiri, karena jika melahirkan terus itu tentunya turut mengganggu kesehatan suami istri dan turut mengganggu kelangsungan dari pada perkembangan ekonomi keluarga. Karena jika anak di dalam keluarga cukup, suami istri bisa bekerja dengan baik, dan ekonominya pun semakin membaik. (Nls/don/lo2) 
 

Kamis, 24 Juli 2014

PEPERA PAPUA 1969 DALAM PERSPEKTIF HISTORIS DAN IMPLIKASINYA PADA PERKEMBANGAN PAPUA


Papua yang terletak di wilayah paling timur dari Indonesia, masuk menjadi bagian NKRI pada tanggal 19 Nopember 1969 melalui resolusi PBB No. 2504. Hal ini sekaligus menjadi pengakuan atas integrasi Papua ke Indonesia menurut hukum internasional. Selanjutnya, Papua menjadi daerah otonom yang sah bagi Indonesia pada tahun yang sama melalui UU No.12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Irian Barat dan kabupaten-kabupaten otonom di Propinsi Irian Barat. (Yan Pieter Rumbiak: 2005).

Pada era penjajahan, Belanda terkenal dengan politik devide et impera atau politik adu domba antara elit Pro Indonesia (Suku Serui) dengan Pro Papua (Suku Biak, Suku Tanah Merah) untuk memperkecil perlawanan terhadap Belanda. Sekalipun dalam hal ini tidak semua orang Biak itu pro Papua, tidak semua orang Serui itu pro Indonesia dan tidak semua orangnTanah Merah-Jayapura pro Indonesia dan Pro Belanda.

Pergerakan Belanda di Papua dilakukan dengan cermat. Dalam meningkatkan kehidupan masyarakat di berbagai bidang, Belanda sengaja memperlambat perkembangan di Irian Barat/Papua atau sering disebut sebagai Politik Etik Gaya Baru. Termasuk di dalamnya usaha membentuk ”Nasionalisme Papua”. Cara ini menyebabkan orang-orang Papua tidak merasa bahwa mereka sedang dijajah.

Sejarah Papua bagian Barat masuk NKRI walaupun “agak terlambat” diakui oleh dunia internasional, namun sebenarnya sejak awal adalah bagian penduduk yang mendiami wilayah Nusantara yang kemudian bergabung dan membentuk Indonesia. Pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1520), Kitab Negara Kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca secara eksplisit menyebutkan wilayah Papua sebagai bagian dari Kerajaan Majapahit.

Setelah kedatangan Bangsa Eropa pada 1660, sebuah perjanjian disepakati antara Tidore dan Ternate di bawah pengawasan Pemerintah Hindia Timur Belanda yang menyatakan bahwa semua wilayah Papua berada di wilayah Kesultanan Tidore. Perjanjian ini menunjukan bahwa Pemerintah Belanda mengakui Papua sebagai bagian dari penduduk di Kepulauan Nusantara.

Pada masa perjuangan sebelum kemerdekaan didirikannya Boedi Oetomo tahun 1908, di mana hal tersebut didukung oleh pemuda-pemuda dari seluruh nusantara (Jong Aceh sampai Jong Papua)

Sebelum perang dunia II, Pemerintah Hindia Belanda menempatkan Papua dan para penduduknya di bawah Provinsi Maluku dengan Ambon sebagai ibu kota pemerintahan. Menyatunya Papua dengan wilayah lain di Nusantra dipertegas dengan Peta Pemerintah Belanda tahun 1931 yang menunjukkan bahwa wilayah kolonial Belanda membentang dari Sumtra di sebelah Barat sampai Papua di sebelah Timur. Papua juga tidak pernah disebutkan terpisah dari Hindia Belanda. Fakta ini menunjukkan bahwa berdasarkan sejarah, Papua merupakan bagian dari bangsa-bangsa di Kepulauan Nusantara yang akhirnya membentuk NKRI.

Pada era perjuangan mempertahankan kemerdekaan, Pemerintah Hindia Belanda berjanji akan memerdekakan Papua pada 1963. Perjanjian tersebut merupakan bentuk propaganda politik karena semakin meningkatnya tuntutan dunia internasional agar Belanda menaati hasil KMB 1949 yang telah disepakati serta New York Agreement tanggal 15 Agustus 1962. Belanda berharap, dengan janji tersebut akan terjadi perpecahan di Masyarakat Papua, yang memang sudah terindikasi oleh Pemerintah Hindia Belanda bahwa masyarakat Papua akan memilih untuk bergabung dengan NKRI.

Inti New York Agreement adalah penyelesaian sengketa atas Papua diserahkan tidak langsung dari Belanda ke Indonesia melalui United Nation Temporary Executive Authority (UNTEA). Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera)/The Act of Free Choice merupakan pelaksanaan dari New York Agreement. Pepera dilaksanakan sesuai kondisi dan tingkat perkembangan masyarakat Papua/Irian pada saat itu tidak memungkinkan dilakukan dengan cara one man one vote karena sulitnya medan dan keprimitifan penduduk asli Papua. Menerapkan kondisi sekarang sebagai ukuran dalam menilai keadaan waktu Pepera, jelas tidak adil dan merupakan upaya memutarbalikan sejarah.

Proses pelaksanaan Pepera dilaksanakan pada 24 Juli hingga Agustus 1969 berlangsung secara musyawarah. Diikuti oleh 1026 Anggota Dewan Musyawarah Pepera mewakili penduduk Papua sebanyak 809.327 jiwa. Dilaksanakan di 8 Kabupaten yang ada saat itu, yaitu Merauke, Jayawijaya, Paniai, Fakfak, Sorong, Manokwari, Biak dan Jayapura. Ke-1026 anggota DMP tersebut terdiri atas 400 orang mewakili Unsur Tradisional (Kepala Suku/Adat), 360 orang mewakili Unsur Daerah dan 266 orang mewakili unsur Organisasi Politik/Ormas/golongan. Pepera dilakukan secara demokratis dan diawasi oleh masyarakat internasional serta berlangsung sesuai praktek-praktek internasional, di bawah nasihat, bantuan serta partisipasi PBB.

Hasil Pepera semuanya memilih dan menetapkan dengan suara bulat bahwa Irian Barat/Papua merupakan bagian mutlak dari NKRI. Tentang bulatnya suara tentu menyangkut bagaimana diplomasi tim sukses RI dengan masyarakat Papua. Namun semua keputusan diserahkan kepada seluruh peserta rapat Pepera dan sesuai dengan aspirasi masyarakat Papua, keyakinan dan dorongan hati nuraninya. Lebih penting lagi bahwa pelaksanaan Pepera saat itu sejak awal telah diberitahukan kepada PBB serta Belanda, dan pelaksanaannya selalu diikuti dari dekat oleh Pejabat PBB yang bertugas mengawasi.

Dapat dipahami bahwa pelaksanaan Pepera diterima oleh Sidang Majlis Umum PBB pada 19 November 1969 dengan catatan. Artinya bahwa masyarakat internasonal menerima hasil Pepera yang memutuskan bergabungnya Papua dengan NKRI. Pembatalan terhadap resolusi PBB adalah tidak mungkin, karena apa yang dihasilkan sudah merupakan penegasan pengakuan PBB atas kedaulatan NKRI, termasuk Irian Jaya/Papua di dalamnya. Karena itu, setiap upaya untuk memisahkan daerah tersebut dari NKRI merupakan penentangan terhadap hukum internasional yang berlaku, termasuk terhadap Piagam PBB itu sendiri. Dalam prinsip tata kehidupan internasional, tidak satupun negara yang menyetujui gerakan separatisme. Dukungan dan persetujuan terhadap separatisme adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip dan tujuan PBB.

Adalah mustahil untuk meminta Pepera dibatalkan oleh Majelis Umum PBB. Selama ini PBB belum mengenal judicial review terhadap resolusi yang dikeluarkannya. Selain itu, PBB merupakan organisasi di mana anggotanya adalah negara, sehingga tidak mungkin sebuah gerakan (movement) atau LSM meminta peninjauan kembali atas putusan atau resolusi yang dikeluarkan oleh PBB.

Tuntutan pendaftaran permasalahan Papua ke Komisi Dekolonisasi PBB oleh OPM adalah tidak mungkin dan mengingkari Azas Dekolonisasi Internasional. Proses dekolonisasi dilakukan secara utuh dalam pengertian bahwa di atas sebuah daerah jajahan hanya didirikan sebuah negara berdaulat successor state, tidak dua atau lebih. Dengan demikian maka tuntutan OPM untuk pembentukan dan pendaftaran permasalahan Papua ke Komisi Dekolonisasi PBB sangat tidak relevan.

Sejak menjadi bagian dari NKRI, sebagian penduduk Papua kurang puas karena merasa termarjinalkan dan miskin. Padahal, secara geografis luasnya 4 kali luas Pulau Jawa serta memiliki kekayaan darat dan laut yang melimpah. Hal ini lah yang memunculkan semangat untuk memerdekakan diri atau tindakan separatisme.

Selain aspek ekonomis, separatisme di Papua dipicu juga oleh konflik yang berakar dari kekecewaan historis, pengesampingan sosial budaya, nasionalisme Papua, diskriminasi politik dan hukum yang tidak lepas dari provokasi asing yang mempunyai kepentingan di Indonesia.

Wilayah Indonesia yang strategis yang diapit oleh dua benua dan dua samudra membuat masyarakat dunia mengakui Indonesia sebagai persimpangan lintas pelayaran niaga utama(across the main commercial shipping line) dan mempunyai dimensi maritim yang strategis dan sekaligus menjadi ajang perebutan pengaruh sekaligus ancaman bagi negara-negara lain terutama negara tetangga.

Adanya konflik horizontal dan konflik vertical yang bernuansa separatis, seperti TPN/OPM, merupakan lahan subur bagi asing untuk menyelundupkan senjata ke wilayah konflik di Indonesia secara illegal.

Secara bilateral, Indonesia merupakan ancaman keamanan dari Utara bagi Australia, sesuai dengan buku putih pertahanan Australia tahun 1994. Papua dalam sudut pandang Australia memiliki nilai strategis sebagai buffer zone bagi pertahanan keamanannya. Oleh karena itu Australia merasa lebih aman,jika Papua menjadi merdeka dan berada dalam pengaruhnya untuk menjamin stabilitas pertahanan dan keamanannya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Papua lebih baik berada dalam pengaruh Australia, seperti halnya Timor Leste,. dari pada menjadi bagian NKRI yang sedang mengalami krisis politik.

Sebagai respon serius dari Pemerintah Pusat terhadap kesejahterann masyarakat Papua, pihaknya telah memberlakukan Program Otus, UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat) dan upaya-upaya lain telah dilakukan untuk kesejahteraan Papua. Namun sebagian masyarakat Papua masih jauh dari sejahtera. Banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh elit politik dan pejabat lokal yang terorganisir turut menghambat perekonomian masyarakat Papua.

Perlu adanya kesadaran diri dari semua pihak untuk taat hukum/aturan dan mengesampingkan pemahaman nasionalisme sempit atau fanatisme kesukuan yang berlebihan demi kesejahteraan bersama. Perlu membangkitkan kembali semangat kebersamaan, gotong royong, saling berbagi, saling menjaga dan saling memaafkan bukan memanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau golongan dan tidak mudah diprovokasi oleh asing demi pembangunan yang berkelanjutan khususnya di Papua dan umunya di Indonesia secara keseluruhan. Sehingga kehidupan yang damai antar masyarakat yang satu dengan yang lain bisa tercapai seperti yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. (AS)

sumber:http://www.menaranews.com/ 

Hari Anak Nasional

Selamat Hari Anak Nasional, terus belajar dengan gigih & raih prestasi. Negara menunggu karya & pengabdian kalian menuju masa emas Indonesia, ucapan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono tepatnya pada 23 Juli 2014, yang merupakan suatu moment nasional bagi anak-anak bangsa Indonesia yang diperingati sebagai Hari Anak Nasional.

Awal mula Hari Anak Nasional ini yaitu muncul dari suatu gagasan mantan Presiden RI yang ke-2 (Alm) Soeharto. Beliau melihat bahwa anak-anak dapat dijadikan sebagai aset kemajuan bangsa, sehingga sejak tahun 1984 dan berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 44 tahun 1984, tanggal 23 ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional.

Untuk memperingati Hari Anak Nasional, biasanya diadakan kegiatan berupa lomba-lomba yang dapat memberi motivasi bagi anak-anak calon penerus bangsa. Kegiatan lomba yang sering diadakan dalam memperingati Hari Anak Nasional ini yaitu seperti lomba Seminar, penelitian, Kongres anak, lomba kreativitas, hingga pameran.

Selain itu, ada juga kegiatan positif lainnya seperti olahraga. Diharapkan dengan diadakannya lomba-lomba dan kegiatan positif tersebut, anak-anak bangsa kita dapat menggali bakat dan dapat meningkatkan minat mereka dalam berbagai hal.

Di Hari Anak Nasional juga orang dewasa dapat berperan penting, dalam hal ini dengan adanya orang dewasa dapat dijadikan sebagai panutan dalam berperilaku dan dapat memberi inspirasi bagi anak sebagai calon penerus bangsa. Dalam menyikapi hal ini, yang sangat berperan penting yaitu orang tua. Karena orang tualah yang merupakan panutan langsung dari seorang anak sekaligus menjadi pembimbing dalam kesehariannya.

Dengan adanya Hari Anak Nasional ini, diharapkan kepada seluruh orang tua dapat memberikan motivasi dan bimbingan yang positif terhadap anak-anaknya. Dan tak lupa juga untuk memberikan hak-hak seorang anak. Karena selain belajar, anak-anak juga mempunyai hak untuk bermain. Dan itu perlu diperhatikan oleh setiap orang tua. Karena tidak jarang orang tua yang selalu mementingkan kesibukan anaknya dengan belajar tanpa memperhatikan haknya. Karena anak-anak perlu juga untuk bermain dan bermain juga dapat dilakukan sambil belajar. Dengan bermain anak-anak itu tidak mudah merasa jenuh dan bosan.

Mari kita sama-sama memberikan dorongan dan motivasi serta menuntun anak-anak bangsa dari berbagai suku bangsa yang berbeda sehingga mereka bisa menjadi anak-anak bangsa yang diharapkan nantinya dapat menjadi penerus bangsa kita menuju masa Emas Indonesia

Rabu, 23 Juli 2014

Pemerintah Terus Mengembangkan SDM di Papua




SENTANI- TNI angkatan udara (AU) bekerjasama dengan pemerintah kabupaten jayapura berencana membuka sekolah menengah kejuruan (SMK) Tehnik Penerbangan di Kabupaten Jayapura. Bahkan tahun ini, sudah di mulai pendaftarannya bagi siswa angkatan pertama. Keberadaan sekolah ini diharapkan bisa menyiapkan sumber daya manusia (SDM) khususnya di dunia penerbangan.

“Tahun ini kami sudah buka pendaftaran untuk SMK Penerbangan ini, khususnya bagi anak-anak Papua peluangnya besar untuk bersekolah. Untuk sementara ini kita titipkan para pelajar nantinya di SMK 1 Sentani, sambil menunggu proses pembangunan gedung sekolah,” ungkap Kepala Dinas Personel (Kadispers) Lanud Jayapura, Letkol(Adm) Fahril Bahnan,S.ip.

Menurutnya, TNI AU mendukung penuh upaya pemerintah dalam mengembangkan SDM Papua di dunia penerbangan. Apalagi hal ini sudah menjadi komitmen Lanud Jayapura yang bertanggung jawab meningkatkan potensi kedirgantaraan.

Kadispres menuturkan, sejak pendaftaran di buka ternyata animonya sangat besar, dari 20 orang yang rencananya diterima pihaknya terpaksa menerima 30 orang. Sebab ada 80 orang yang sebelumnya mendaftar.

“Masuk di sekolah ini tetap mengacu pada standar TNI, mulai dari tinggi badan sampai kesehatan, sebab jika mereka lulus di sekolah ini dengan harapan mereka bisa mempertahankan fisik dan kesehatannya maka mereka tidak menutup kemungkinan mereka bisa kami rekrut menjadi prajurit Bintara TNI AU.

Untuk itu di harapkan bagi anak-anak papua agar mulai menjaga kesehatan dan menjaga fisik agar kedepannya mereka yang ingin bercita-cita menjadi TNI dapat terwujud.

Minggu, 20 Juli 2014

Forkorus Yaboisembut katanya sebagai ‘Presiden Negara Republik Federal Papua Barat’, Benny Wenda mengaku Pemimpin Papua… Lalu masyarakat Papua harus percaya siapa…?

Menarik diperhatikan sebuah blog dari Benny Wenda. Dalam blognya, Benny Wenda sebagai sosok dibalik peluncuran IPWP dan ILWP begitu “diagung-agungkan” bagi rakyat Papua sebagai pemimpin masa depan Papua. Terlebih Dari sifat kepemimpinan Benny Wenda selama ini, terlihat bahwa kesan yang ada yaitu hanya Benny Wenda yang mampu dan ‘berhasil’ dalam diplomasi internasional yang mengabaikan dan menganggap tokoh pergerakan lainnya seperti Andi Ayamiseba, Nicolas Jouwe, Franzalberth Joku, Nick Messet, Oridek Ap, John Ondowame, dsb tidak berhasil di luar negeri. Dengan menanggap bahwa dirinya yang ‘berhasil’ menunjukkan keangkuhan, egoisme, dan haus akan kekuasaan dengan merendahkan tokoh lainnya. Seorang pemimpin sejati tidak saling menghujat antara tokoh satu dengan yang lain. Dengan demikian, apakah hanya Benny Wenda satu-satunya yang dianggap berhasil melakukan diplomasi untuk Papua merdeka. Pemimpin sejati harus dapat merangkul semua gololongan dan bukan memunculkan perpecahan diantara sesama tokoh pergerakan. Faktanya, Benny saja tidak mendukung Forkorus yang dipilih sebagai ‘Presiden Negara Republik Federal Papua Barat’ pada Kongres Rakyat Papua III tahun 2012.

Setali tiga uang dengan Benny, jika Forkorus ingin menggugat hasil PEPERA 1969 karena sistem yang digunakan, sebaliknya kita juga dapat menggugat penetapan Forkorus sebagai Presiden NFRPB pada Konferensi Rakyat Papua III yang dilaksanakan pada Oktober 2011. Pelaksanaan KRP III tersebut hanya dihadiri sekitar 500 orang rakyat Papua, dimana pada saat itu jumlah masyarakat Papua sekitar dua juta orang sehingga penetapannya sebagai Presiden NFRPB juga merupakan bagian dari sistem perwakilan karena hanya didukung oleh sekitar 500 rakyat Papua. Bukankah ini adalah sesuatu yang ingin ditentang oleh Forkorus? Namun mengapa ia sendiri melakukan sistem seperti ini?.

Terbukti bahwa Forkorus telah inkonsisten dalam bertindak, di satu sisi ia ingin menggugat hasil PEPERA 1969 namun di sisi lain ia menggunakan hal yang ingin digugat sebagai legalisasi penunjukkannya sebagai Presiden NFRPB. Upaya Forkorus menggugat hasil PEPERA karena tidak menggunakan sistem one man one vote ini sungguh tidak patut dan memutarbalikkan fakta sejarah mengenai pemilihan oleh rakyat Papua karena hingga saat ini pun sistem perwakilan masih digunakan dan diakui dalam pemilihan.

Sudah jelas kedua orang yang mengaku masing-masing sebagai pemimpinnya Papua, namun kenyataannya dalam proses pemilihannya tidak mencerminkan sikap demokratis, serta tidak jelas arah dan tujuan mau dibawa kemana oleh mereka-mereka yang mengaku ‘pemimpin Papua’ Papua tersebut. Berjalan dengan idealisme yang kaku dari keduanya, saling serang dan sikut, mengklaim yang benar, tapi kenyataan dalam dan luar negeri tau bahwa keduanya hanya pencari keuntungan pribadi.


Kemajuan Di Papua

Kondisi Papua saat ini bisa di bilang sangat berbeda dengan apa yang selama ini di pikirkan oleh kebanyakan orang. Papua yang saat ini mulai tumbuh sebagai suatu Daerah yang angka penduduknya cukup tinggi dan merupakan salah satu tempat tujuan masyarakat dari luar papua untuk mencari kerja, maupun hanya sekedar berlibur di Papua.

Dalam perkembanganya Papua Mulai tumbuh sebagai  kawasan provinsi yang menjadi tujuan urbanisasi masyarakat, hal ini di sebabkan oleh tingginya arus urbanisasi. Mengingat semakin berkembangnya industri besar maupun kecil di Papua. Kurangnya lapangan kerja di daerah asal yang menyebabkan semakin tingginya minat penduduk untuk datang di Papua. Industry di Papua membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga para pekerja banyak berbondong-bondong menuju Papua dan menetap di Kota-kota yang ada di Papua. dengan pertimbangan dekat lokasi kerja. 

Jadi kondisi papua yang sekarang, sangat berbeda dengan yang di katakan oleh orang-orang, yang sebenarnya belum pernah datang ke Papua. Semua ini tidak terlepas dari program pemerintah yaitu UP4B yang sejauh ini juga memberikan kontribusi kepada Provinsi Papua dan papua barat. Selain itu peran pemuda papua yang juga ikut aktiv dalam pembangunan di papua karena Pemuda adalah tiang utama kemajuan. Kekuatan sebuah masyarakat bisa dilihat dari para pemudanya, karena pemuda adalah yang menunjukkan bahwa masyarakat itu sehat dan mampu untuk melangkah dengan serius dan ketekunan. Selama pemuda berperan aktif, maka masyarakatnya akan maju menjadi yang terdepan untuk memimpin.


Berikut foto-foto yang menjadi tempat Hiburan warga kota yang ada di Papua:












 











Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites